Selamat Datang di blog Neneng

Kamis, 27 Mei 2010

Pak Aan Dosen Sastraku

Aku mengenal beliau saat masuk kuliah di Program Studi PBSI. Ya, beliau salah satu dosen sastraku. Pada awal pertemuan, aku bertanya-tanya tentang Pak Aan. Loh, kok ada ya dosen seperti ini? hehehe (maaf ya Pak).

Beliau mengajar penuh semangat dan tak pernah lelah mengajak membaca karya sastra. Beliau dosen paling di segani, terkenal dengan filosofi erek-erek, moal-moal.Yang unik dari Pak Aan ialah rambutnya yang gondrong (tapi sekarang mah sudah di cukur). Aku selalu tertawa kegirangan, ketika beliau mengajarkan materi. Baginya, selalu ada saja cerita lucu sebagai illustrasi. Dengan begitu suasana pembelajaran jadi tidak membosankan.
Jika teman-teman bertanya mengapa aku menulis ini? Jawabnya karena aku bangga pada Pak Aan. Beliau salah satu dosen pavoritku.Sebisa mungkin aku menunaikan tugasku sebagai mahasiswinya.

Aku dapat mengingat yang diajarkan Pak Aan karena gambar-gambar yang beliau buat saat perkuliahan berlangsung. Masih segar dalam ingatan saat itu semester pertama. Dua mata kuliah yang di pegang Pak Aan, yaitu Teori Sastra dan Filsafat Ilmu. Yang kupahami tentang kedua mata kuliah ini, yaitu : teori sastra ialah mata kuliah yang mempelajari secara global tentang dunia kesastraan. Baik itu bentuk dan jenisnya. Dalam mata kuliah ini muncul istilah karya sastra, dan karya sastra yang kuingat ialah hasil reaksi emosional manusia ketika melihat objek.

Selanjutnya mata kuliah Filsafat Ilmu. Filsafat Ilmu ialah Mata kuliah yang mempelajari segala bentuk pemikiran manusia. Mulai dari apa, bagaimana, dan untuk apa sebuah objek diciptakan.Dan filsafat adalah hasil dari reaksi intelektual manusia ketika melihat objek. Oh, iya. Aku bertemu lagi dengan Pak Aan saat semester 3 kemarin, beliau mengajar mata kuliah Anantomi Prosa Fiksi. Mata kuliah yang mengajarakan unsur intrinsik dalam sebuah prosa fiksi.

Hmmm sebenarnya unsur ekstrinsik juga sih, cuman unsur ekstrinsiknya hanya pengenalan saja. Dalam mata kuliah ini, dijelaskan pembagian jenis prosa. Pada mata kuliah ini, aku menganilisis unsur intrinsik yang terdapat pada novel "Para Priyayi" karya Umar Kayam. Pak Aan bilang dengan pendekatan semiotika, tapi akunya salah ketik di judul anailisisnya dengan pendekatan struktural... hehehe (Mungkin isi anlisisnya campur aduk...). Perasaan aku saat mata kuliah ini diajarkan semester kemarin ialah lucu. Karena ketika analisis berlangsung aku sering mengganggu beliau. Telepon lagi, Pak belum ngerti. Atau Pak, awal alurnya bagaimana? sampai pada sms Pak, analisis saya belum selesai. gkgkgkgk

Sekarang aku semester 4, Pak Aan mengajarkan mata kuliah Apresiasi Prosa Fiksi. Dalam mata kuliah ini, kita dituntut untuk dapat memahami sebuah cerpen. Baik unsur intrinsiknya maupun cara pembacaannya.

Sudah dulu ya.. nanti disambung lagi. Berhubung sudah siang, jadi diakhiri saja. (Pak, maaf ya hehehe)

NB :
Satu hal yang digaris bawahi tentang Pak Aan. Beliau ialah dosen sastra yang benar-benar paham sastra, mempunyai integritas. Jiwa pendidiknya begitu terasa ketika pengajaran berlangsung. Dan beliau begitu menginspirasiku mempelajari sastra. Dapat dibilang beliaulah yang menceburkanku kedalam kolam sastra. Terimakasih, Pak. Sudah mengenalkan dunia yang begitu indah.

Senin, 17 Mei 2010

SPEED READING TEKNIK MEMBACA YANG LEBIH EFEKTIF DAN EFISIEN

Kehadiran berbagai informasi dalam kehidupan kita sehari-hari, tak pelak memaksa kita untuk ikut berpacu mendapatkan informasi tersebut dengan cepat. Berbagai cara telah kita lakukan, mulai dari berlangganan surat kabar harian, majalah mingguan, majalah bulanan, atau yang lebih gampang menyimak berita dari televisi. Namun, proses menyimak berita di televisi terkadang mengaburkan informasi yang kita dapat. Hal tersebut dikarenakan ada penggalan berita yang kita lupa. Berbeda halnya dengan mendapatkan informasi dari membaca, apabila ada yang terlupa kita dapat mengulangi membaca. Hal-hal yang kita pelajari dalam membaca akan terasa lebih mudah kita ingat dan kita pahami. Akan tetapi, untuk sampai pada proses pemahaman bahan bacaan yang kita baca diperlukan teknik membaca yang efektif dan efisien.

Untuk menengahi masalah tersebut, bertempat di Gedung Student Center Iman Hidayat Universitas Kuningan, Forum Diskusi Bahasa dan Sastra Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, menyelenggarakan seminar tentang Super Speed Reading. Seminar yang berlangsung tanggal 8 Mei 2010 ini mengangkat tema Revolusi Kesadaran Membaca Dalam Meningkatkan Eksistensi dan Kualitas Membaca.
Acara seminar kali ini berjalan sangat interaktif, tidak membosankan, dan menyenangkan. Tentunya hal tersebut dikarenakan pemateri yang membawakan acara seminar Forddisba merupakan trainer handal. Dengan kendali Bapak Rukadi M.Pd., dan pemateri nasional Bapak Erwin Kurnia Wijaya, S.Pd., sanggup memukau para peserta seminar yang umumnya para guru bahasa dan sastra Indonesia dan mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Ssatra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kuningan.

Seminar super speed reading menyajikan materi bagaimana cara membaca yang efektif dan efisien. Pada awal perjumpaan, sang pemateri kita menyuguhkan cara membaca cepat dengan tenik melatih kecepatan gerakan mata. Kita dilatih menggunakan fiksasi sesingkat mungkin. Pada kesempatan ini, Erwin mengemukakan, bahwa teknik fiksasi yang kita lakukan ialah untuk mempercepat proses membaca. Lebih jauh Erwin menegaskan bahwa hambatan-hambatan dalam membaca mulai saat ini juga harus dihilangkan guna melatih kecepatan dalam membaca. Hambatan-hambatan itu biasanya pada saat membaca kita bersuara, melakukan gerakan bibir, melakukan gerakan kepala, melakukan gerakan jari, melakukan regresi, atau subvokalisasti (bersuara dalam hati). Hasil kecepatan membaca dengan teknik mengurangi fiksasi dapat kita rasakan hasilnya saat itu juga. Dengan sabar, Erwin menjelaskan cara mengetahui berapa kecepatan kita dalam membaca ketika kita belum mengurangi fiksasi dengan sesudah kita mengurangi fiksasi. Rata-rata peserta naik kecepatannya 30 sampai 40%. Yang pada awalnya 250 setelah mengurangi fiksasi menjadi 300 atau 350. Begitu pula yang awalnya 360 bisa menjadi 460. Kecepatan itu kita ketahui melalui perhitungan berikut, Banyaknya kata dalam satu kalimat dikali jumlah baris yang telah kit abaca. Maka, hasilnya merupakan angka kemampuan kecepatan membaca kita.

Seseorang yang akan membaca pada umumnya merasa takut akan tebalnya buku. Baru melihatnya saja, ia sudah bilang haduh. Dengan menggunakan teknik membaca cepat, diharapakan setebal apapun buku yang akan dibaca tidak menyurutkan langkah kita untuk membaca. Bila tidak takut membaca sudah ada dalam jiwa kita, maka bersiaplah menjadi manusia yang banyak ilmu pengetahuan dan wawasan yang berlimpah. Ungkapan itu mengacu pada definisi membaca yang diungkapkan oleh Erwin, bahwa membaca adalah kegiatan mengumpulkan informasi dalam memori manusia. Sejalan juga dengan ungkapan dari Bapak Rukadi bahwa orang-orang yang sukses ialah orang-orang yang memiliki banyak informasi.
“Teknik membaca cepat maksudnya membaca yang mengutamakan kecepatan. Hanya saja kecepatan disini fleksibel”.Ujar Erwin. Erwin menganalogikan bahwa seorang pembaca itu sama dengan seorang supir. Artinya, ada saat-saat dimana seorang pembaca harus melakukan jeda, atau menterjemahkan teriabih dahulu apa yang dia baca. Sama dengan seorang supir yang harus mengerem kendaraan dan harus menancap gas kendaraannya kembali.

Seminar Super Speed Reading usai pukul 12.30. Sebenarnya waktu tersebut dirasakan kurang untuk memahami sebuah teknik. Harapan kedepannya, ada lagi work shop Speed Reading tentunya dengan waktu yang lebih memadai.

Selasa, 09 Maret 2010

Catatan Kecil

Belajar sastra,belajar menghargai hidup dengan perasaan cinta.
Bagaimanapun sastra mengubah paradigma perasaan kita.
Tak ada kata yang jelek dan tak bermakna dalam sebuah karya sastra.
Benci terhadap seseorangpun tidak kita ungkapkan langsung benci.
Selalu ada ungkapan yang baik terhadap perasaan kita.
Dengan kata lain,belajar sastra berarti belajar mengendalikan emosi diri.
Entah itu emosi negatif atau emosi positif.
Lantunan kata yang terurai dalam setiap kalimat atau bait,
dapat menyihir kita memasuki alam lain.
Imajinasi kita bermain dengan lincah dan terganggu.
Membayangkan tokoh,pemikirannya,dan juga alur dari setiap rentetan peristiwa.
Meminjam ungkapan sastrawan handal Soni Farid Maulana,
bahwa karya sastra lahir dari pengalaman pribadi sastrawannya.
Hal tersebut benar adanya.Entah langsung atau tidak langsung,ada peristiwa yang
menggelitik perasaan sastrawan untuk menghadirkannya dalam sebuah karya sastra.
Baik Puisi,Prosa,atau Drama.
Bagi kita penikmat sastra,karya satra dapat menjadi media pembelajaran mengenai
nilai moral yang tidak kita dapatkan dibangku sekolah.
karena karya sastra selalu hadir dengan sejuta persoalan kehidupan.
Yang menjadi hambatan dalam apresiasi karya sastra adalah selain buku-buku penunjang yang
sulit didapatkan yaitu gaya pembelajaran pendidik terkesan monoton.
Sebagai contoh,pembelajaran sastra di tingkat SD lebih kepada pemahaman kognitif,
tidak langsung belajar dengankarya sastranya.
Masih berkutatnya teori-teori,tanpa pengenalan secara langsung
karya sastra itu seperti apa.
Harapan kedepannya,ada lokakarya yang dipasilitasi pemerintah sebagai wujud dukungan
pemerintah terhadap pembelajaran sastra di Indonesia.
Semoga bakat-bakat yang sudah terlahir tidak sia-sia karena tidak dihargai dan tidak
didukung dengan sikap yang tidak acuh.

Salam manis selalu
d'Sri