Selamat Datang di blog Neneng

Kamis, 01 Oktober 2009

QUO VADIS PENDIDIKAN KITA

Tulisan ini dibuat oleh Ivan A.Hadar Koordinator Nasional Target MDGs (Bappenas/UNDP) sebagai pendapat pribadinya.Saya muat dalam catatan saya hanya sekedar untuk mengingatkan bahwa dalam hidup yang harus di Pentingkan adalah kualitas bukan kuantitas.Yuuuk sama-sama kita lihat pemikirannya Bapak Ivan.
Di satu sisi,kita patut bangga,status tujuaN ke-2 MDGs (Millennium Development Goals) yaitu "mencapai pendidikan dasr bagi semua",telah sesuai target.Padahal,Indonesia mendefinisikan pendidikan dasar sembilan tahun.Lebih ambisius dibandingkan dengan kesepakatan global yang mencanangkan pendidikan dasar enam tahun.
Namun,secara kualitas ada persoalan yang tertinggal dan kian memburuk.Selain itu juga ada kecenderungan yang menghawatirkan.Saat Ujian nasional (UN) baru-baru ini,telah terjadi praktik kecurangan di sejumllah sekolah di beberapa daerah.Sebagian dari praktik tidak jujur ini bahkan terjadi terbuka didepan kelas tanpa menghiraukan pengawas UN saat guru sengaja membagi jawaban soal ujian (Kompas.com,21/4).
Sikap generasi penerus dan pembimbing ini nyambung dengan gejala yang terjadi pada sebagian pemimpin masyarakat,yaitu perilaku menyimpang seperti banyak ditujunjukkan elit koruptif.Pada sisi lain ,hal ini seakan ditolelir oleh sikap permisif masyarakat.Semua itu merupakan indikasi kegagalan pendidikan yang seharusnya berperan menghasilkan menusia yang tidak hanya rasional,tapi juga berbudi luhur.
Sebagai negara bangsa,meminjam istilah Ben Anderson,Indonesia adalah sebuah proyek peradaban dalam proses menjadi.Sebuah visi pendidikan diperlukan untuk "membayangkan"manusia Indonesia seperti apa yang kita inginkan.Tentu saja yang dimaksudkan bukan penyeragaman,tetapi kesepakatan terkait leitgedanken (alur pemikiran) yang memberikan ruang bagi mekarnya kreativitas dan keberagaman,toleransi,tanggungjawab,serta keprihatinan terhadap mereka yang lemah,papa,dan terpinggirkan.
ORIENTASI NILAI
Ada kesepakatan,pendidikan sebaiknya berorientasi pada nilai.Pendidikan tidak bolehterbatas pada sekedar transfer pengetahuan dan keahlian fungsional.Tak kalah penting adalah pengembangan jati diri dan kemampuan mengkritisi dan menularkan nilai-nilai dasar bersama seperti kejujuran,keadilan,kerja keras kesederhanaan,disiplin, dan kebersamaan.Sikap toleran,misalnya,hanya tumbuh bila seseorang bangga atas jati dirinya.
Perlu ditekankan,prestasi tidak akan dicapai dengan sikap instan atau keinginan serba cepat,seperti cepat pintar.Bila tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia,perlu disadarkan,pribadi yang merdeka bukan yang laisez faire,tetapi yang mampu mempertanggungjawabkan kemerdekaannya.Selainitu,meski sistem pendidikan sebaiknya terkait dengan dunia praktis,itu bukan berarti melulu berbicara tentang "materialisme" pendidikan yang mengedepankan kosep "siap pakai" bagi perekonomian.Dalam kehidupan dan profesi,hal-hal mendasr sering terjadi dalam ruang diantara batasan-batasan konvensional.
Profesi dan jurusan akademik baru,misalnya,muncul diantara jurusan-jurusan klasik sehingga memerlukan orientasi baru.Juga diperlukan pelajaran interdisiplin,seperti"campuran" antara biologi,kimia,dan etika.Atau,matematikadengan elektronika dan sosiologi dengan ekonomi.Untuk itu,diperlukan fleksibilitas guru dan murid,maha guru dan mahasisiwa.
Dalam mengantisipasi kebutuhan pasar tenaga kerja dalam negeri,regionaal,dan global,sekolah jurusan harus mendapatkan perhatian layak dan terus diperbarui.Jebolannya harus bisa bekerja dalam sebuah tim interdisiplin.
Adalah tidak sehat mereka yang tamat pendidikan dasar hanya sedikit pilihan selain melanjutkan ke SMU yang lalu melanjutkan ke Universitas.Juga adalah kenyataan sebagian besar tamatan universitas tidak memilih profesi sebagai akademisi.
Sitem pendidikan sebaiknya tetap beragam.Kita bersyukur,sejarah kependidikan Indonesia telah memunculkan keberagaman model,lembaga,dan tradisi pendidikan.Ada sekolah yang diadaptasi dari sistem pendidikan kolonial dan Eropa,ada pesantern yang diadopsi dari budaya Hindu-Budha dan Islam.Juga ada sintesis dari berbagai budaya itu.Lalu,ada yang formal,nonformal,dan informal.Begitu pula negeri dan swasta.Yang harus dipertanyakan adalah lembaga pendidikan apa yang cocok untuk siapa?Sekolah formal,misalnya,tidak selalu cocok untuk setiap anak pada semua tingkatan.
Karena itu,harus diupayakan agar apapun status dan modelnya,semua lembaga pendidikan mendapat penghargaan dan perhatian optimal.Boleh memprioritaskan,tetapi jangan "menganakemaskan" yang satu dari yang lainnya.Kemungkinan melanjutkan pendidikan lintas model dan lembaga juga harusdikembangkan. Diperlukan sistem pendidikan yang memberikan ruang bagi anak didik untuk bersaing dan berkreasi secara fair.Fair juga berarti memberikan beasiswa dan bantuan ekstra kepada masyarakat lapis sosial bawah sambil tetap memberikan penghargaan kepada siapapun yang berprestasi. Lembaga pendidikan juga perlu dibebaskan dari kungkungan birokrasi yang tambun dan jlimet.Dalam hal suasana ajar-mengajar,metode dialog ,diskusi,dan "mempertanyakan" untuk mencari kebenaran yang lebih tinggi harus dibuka lebar.Terakhir,dibutuhkan sistem pendidikan yang efisien dalam penelolaan waktu.Para guru dan murid agar tidak dibebani pelajaran yang berjubel.Begitu pula agar waktu mengajar tidak terpaksa diperpendek karena dipakai untuk mencari penghasilan tambahan.
MIMPI
Sebagian dari buitr-butir harapan itu masih menjadi mimpi yang dalam waktu dekat sulit dijangkau.tetapi,hakikatnya reformasi adalah penciptaan keadaan yang lebih baik dari sebelumnya.
Idealnya,proses reformasi terjadi secara berkesinambungan.Untuk itu,diperlukan keberanian,pengorbanan,dan kerelaan untuk melakukan aneka terobosan terhadap batas-batas sistem yang mapan dan baku. Tanpa itu,kita hanya akan mengulang pola yang telah ada dalam cara yang tampaknya saja baru dan canggih,padahal tidak menghasilkan sesuatu yang baru.
Ibaratnya,sekedar memperbarui label,dan mungkin juga botol,sementara isinya masih lama,yang boleh jadi sudah basi.
Tulisan itu menyadarkan saya betapa pentingnya kemampuan diri dalam menghadapi kerasnya hidup.Pemahaman saya yang keliru tentang keberhasilan yang diukur dari besarnya nilai.Padahal sejatinya keberhasilan saya mendapatkan ilmu pengetahuan adalah ketika saya berhasil meng-implementasikan ilmu pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari serta membaginya kepada mereka yang haus ilmu pengetahuan.
Terimakasih untuk Bapak Aan Sugiantomas,M.Si.,dan Bapak Dadan Satyavadin A.Md.,atas pemahaman baru ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar